Sumenep Daerah Penghasil Cuma Kebagian 0,5%, Bupati Fauzi Teriak soal Keadilan DBH Migas!

| -
Sumenep Daerah Penghasil Cuma Kebagian 0,5%, Bupati Fauzi Teriak soal Keadilan DBH Migas!
BELUM PAS: Bupati Fauzi, Sumenep daerah penghasil minta DBH migas yang proporsional. | Foto: Barometerjatim.com/ROY

SURABAYA, Barometer Jatim – Bupati Sumenep, Achmad Fauzi menyuarakan keadilan terkait Dana Bagi Hasil (DBH) migas yang disebutnya tidak proporsional untuk daerah penghasil.

Bayangkan, sebagai pemilik ladang migas yang diperoleh dari wilayah laut di atas 4-12 mil dari garis pantai, Sumenep cuma kebagian 0,5%. Bandingkan dengan daerah pengolah yang mendapat 1% atau Pemprov Jatim ketiban 10%.

Fauzi memahami, pembagian itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Namun dia meminta pemerintah agar lebih memperhatikan daerah penghasil atau bahkan merevisi UU tersebut.

“DBH migas ini memang dulu ada dasarnya, UU No 33 Tahun 2004. Tapi UU itu menurut kami masih belum berpihak kepada daerah. Lalu yang terbaru UU No 1 Tahun 2022, tapi itu pun menurut kami masih belum berpihak pada daerah penghasil,” katanya, Minggu (22/1/2023).

Fauzi juga sudah menyuarakan soal DBH migas tersebut ke Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas perwakilan Jabanusa (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) di Surabaya, Kamis (19/1/2023).

Menurut bupati dengan ciri khas pakai blangkon itu, dari DBH migas tersebut justru yang diuntungkan dengan UU No 1 Tahun 2022 adalah daerah pengolah, tempat ujung dari pipa berada.

“Pasti diuntungkan. Dari DBH-nya dapat 1%, dari sisi bisnis pasti dapat di situ, pungutan pajak dan sebagainya. Ini yang menurut saya harus dipelajari kembali, karena UU No 1 Tahun 2022 ini masih belum berdampak cukup baik, khususnya yang 4-12 mil,” tegasnya.

Fauzi konsen di 4-12 mil, karena rata-rata eksplorasi di Pulau Madura di jarak itu. "Kalau 4-12 mil hitung-hitungannya 19,5% dibagi 37 kabupaten/kota se-Jatim, 1% buat daerah pengolah, dan 10% untuk provinsi. Walau daerah penghasil, ikut yang 19,5%,” jelasnya.

“Jadi skema proporsional dari UU No 1 Tahun 2022 ini, yang menurut saya masih belum berpihak pada daerah,” tandas bupati yang kader PDI Perjuangan tersebut.

Nah, biar lebih gamblang, mari kita lihat UU No 1 Tahun 2022 yang disebut Fauzi tak berpihak pada daerah penghasil terkait DBH migas.

Pasal 117 ayat (4) berbunyi:
DBH sumber daya alam gas bumi yang diperoleh dari wilayah laut di atas 4 mil dari garis pantai sampai dengan 12 mil dari garis pantai ditetapkan sebesar 30,5%, dibagikan kepada:
a. Provinsi penghasil sebesar 10%
b. Kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 19,5%; dan
c. Kabupaten/kota pengolah sebesar 1%.

Penjelasan atas pasal tersebut berbunyi:
- Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota penghasil" adalah kabupaten/kota yang menghasilkan minyak bumi berdasakan kriteria yang ditetepkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi.
- Yang dimaksud dengan "kabupaten/kota pengolah" adalah kabupaten/kota yang menjadi lokasi pengolahan minyak bumi dan berisiko terkena dampak eksternalitas negatif.
- Yang dimaksud dengan "provinsi penghasil" adalah provinsi yang menghasilkan gas bumi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi.

Revisi UU Dinilai Belum Pas

Jadi berapa idelanya DBH migas yang diinginkan? Menurut Fauzi, saat ini Sumenep hanya mendapat 0,5% hasil pembagian dengan 37 kabupaten/kota di Jatim. Dia tidak mempersoalkan aturan 0-4 mil atau 4-12 mil, tapi paling tidak DBH migas harus lebih proporsional.

“Saya tidak ingin menyampaikan berapa persennya, paling tidak daerah penghasil harus lebih baik proporsionalnya, sesuai dengan 0-4 mil. Pembagian proporsional harus jelas pada Pemda, biar lebih berdaya. Ini yang saya harapkan dari pemerintah pusat,” kata Fauzi.

“Pemerintah daerah saya pikir sama lah keinginannya. Kita tunduk pada aturan pemerintah pusat, tapi boleh dong kita memberikan aspirasi ataupun curhatan pada pemerintah pusat,” tandasnya.

Curhatan itu, tegas Fauzi, “Bahwa menurut kami di daerah, ini belum pas revisi UU No 1 Tahun 2022. Dari sisi pembagiannya tidak berdampak sistemik menurut saya karena perubahannya tidak ada. Kita minta keadilan, karena tidak proporsianal. Kan aneh, Ini (daerah penghasil) kok sama-sama dapat 0,5%."

Apalagi, katanya, rata-rata eksplorasi di Sumenep di jarak 4-2 mil. “Kalau 0-4 mil itu susah, biasanya selalu offshore, tapi jarang, adanya onshore. Kita punya onshore cuma satu, kalau offshore di 4 mil itu agak jarang, biasanya di atas 4 mil,” ungkapnya.

Dia mencontohkan PT Santos Madura Offshore. Lalu PT Medco Energi Internasional di 4,3 mil atau PT Husky Cnooc Madura Limited di yang 'bermain' di sekitar 11 mil.

Fauzi menambahkan, saat ini di Sumenep ada tiga KKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang beroperasi di bawah 12 mil. Kalau untuk di atas 12 mil ada tapi semua regulasinya di pemerintah pusat.

Ketiga kontraktor migas tersebut yakni Kangean Energy Indonesia, Husky Cnooc Madura Limited, dan Medco Energi Madura Offshore. “Ketiganya offshore semuanya, ada satu lagi EML (Energi Mineral Langgeng) tapi belum beroperasi,” tuntasnya.{*}

» Baca berita terkait Sumenep. Baca tulisan terukur lainnya Roy Hasibuan. 

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.