Tersangka Korupsi Hibah Jatim Hasanuddin Lawan KPK di Praperadilan, Nih Petitumnya!

Reporter : Rofiq Kurdi  |   Kamis, 16 Okt 2025 02:42 WIB
LAWAN KPK: Hasanuddin (dua kanan), tak terima ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi hibah Jatim. | Foto: IST

SURABAYA | Barometer Jatim – Anggota DPRD Jatim dari Fraksi PDI Perjuangan tersangka korupsi dana hibah Jatim, Hasanuddin memilih melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat praperadilan.

Apa yang digugat? Menilik laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025), berikut isi petitum permohonan Hasanuddin dengan termohon Ketua KPK:

Baca juga: Ajak Masyarakat Gemar Makan Ikan, DKP Jatim Bagikan Bakso Ikan Gratis

1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon Hasanuddin untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang karena tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal;
3. Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap Pemohon oleh Termohon;
4. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan KPK RI Nomor: Sprin.Dik/100/01/07/2024 tanggal 5 Juli 2024 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dari KPK RI Nomor: B/381/DIK.00/23/07/2024 tanggal 8 Juli 2024 yang menetapkan Tersangka Hasanuddin (Pemohon) terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP adalah tidak sah dan karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat menurut hukum dan dinyatakan batal;
5. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan  KPK RI Nomor: Sprin.Dik/100/01/07/2024 tanggal 5 Juli 2024 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dari KPK RI Nomor: B/381/DIK.00/23/07/2024 tanggal 8 Juli 2024 yang menetapkan tersangka Hasanuddin (Pemohon) sebagai tersangka;
6. Menyatakan seluruh rangkaian pemblokiran rekening, penyitaan dan larangan berpergian ke luar negeri, oleh Termohon terhadap diri Pemohon atau keluarga Pemohon yang diterbitkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan KPK RI Nomor: Sprin.Dik/100/01/07/2024 tanggal 5 Juli 2024 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dari KPK RI Nomor: B/381/DIK.00/23/07/2024 tanggal 8 Juli 2024 dinyatakan tidak sah dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan pada keadaan semua dalam tempo 3x24 jam sejak putusan ini dibacakan;
7. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon;
8. Memulihkan segala hak hukum Pemohon terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Termohon;
9. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.
Atau apabila Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas IA Khusus melalui hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya (ex aequo et bono).

Nyuap Kusnadi Rp 11,5 M

Sebelumnya, terkait peran Hasanuddin, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan dia merupakan korlap (koordinator lapangan) untuk tersangka penerima Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, Kusnadi.

Dalam rentang 2019-2022, Hasanuddin yang saat kasus ini terjadi belum menjadi anggota DPRD Jatim menyalurkan jatah hibah Kusnadi di enam daerah. Yakni Kabupaten Gresik, Bojonegoro, Trenggalek, Pasuruan, Malang, dan Pacitan.

Selama empat tahun di enam daerah tersebut, dia mengelola jatah hibah Kusnadi sebesar Rp 30 miliar dan memberikan fee lewat ijon ke Kusnadi sebesar Rp 11,5 miliar atau 30,3 persen dari total alokasi hibah yang dikelola.

Baca juga: Pemprov Jatim Kucurkan UKIM Rp 31,2 M, Baru Sentuh 12.500 Imam Masjid

Menurut Asep Guntur, Hasanuddin bukan satu-satunya korlap yang mengelola jatah hibah Kusnadi, tapi ada lima lainnya yang juga ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi.

Yakni Jodi Pradana Putra yang menyerahkan fee Rp 18,6 miliar atau 20,2 persen dari total dana hibah yang dikelola sebesar Rp 91,7 miliar. Lalu Sukar, Wawan Kristawan, dan A Royan menyetor fee Rp 2,1 miliar atau 21 persen dari dana hibah yang dikelola Rp 10 miliar.

“Jadi pada rentang 2019-2022, saudara KUS telah menerima komitmen fee secara transfer melalui rekening istrinya dan staf pribadinya atau tunai yang berasal dari beberapa korlap mencapai total Rp 32,2 miliar,” katanya.

Baca juga: Jatim Raih Penghargaan Antikorupsi, Aneh! 17 Tersangka Korupsi Hibah Saja Belum Ditahan

Jatah hibah Kusnadi sendiri, lanjut Asep Guntur, mencapai Rp 398,7 miliar. Rinciannya Rp 54,6 miliar (2019), Rp 84,4 miliar (2020), Rp 124,5 miliar (2021), dan Rp 135,2 miliar (2022).{*}

| Baca berita Korupsi Hibah Jatim. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur


Berita Terbaru

Berita Populer