Dikotomi Santri-Nasionalis Terkikis, Anas Akan Laris Manis
PENGARUH KANDIDAT CAWAGUB: Abdullah Azwar Anas tak hanya disukai kalangan santri tapi juga nasional. Kehadirannya bakal memberi pengaruh signifikan bagi kandidat calon gubernur yang menggandengnya. | Grafis: Capture survei The Initiative Institute
SURABAYA, Barometerjatim.com Peta politik di Pilgub Jatim 2018 bakal sangat berbeda dengan dua edisi Pilgub sebelumnya: 2008 dan 2013. Kemunculan tokoh-tokoh daerah seperti Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas sebagai kandidat bakal memberi pengaruh signifikan.
"Apalagi Pak Anas ini dikenal tidak hanya di Banyuwangi, tapi juga di beberapa daerah lain. Selama ini tokoh-tokoh yang muncul kan hanya terkonsentrasi di satu daerah saja," ungkap CEO The Initiative Institute, Airlangga Pribadi Kusman usai menggelar rilis hasil survei lembaganya di Surabaya, Kamis (20/7).
Dengan demikian, kata Angga -- sapaan akrabnya -- pola perpolitikan lama sedikit mencair. Dikotomi santri dan nasionalis yang berada di kawasan Tapal Kuda maupun Mataraman sedikit terkikis.
Baca: Survei: Khofifah Lewati Gus Ipul, Tinggalkan Risma
Batas geografis politik antara wilayah Tapal Kuda (Jatim bagian timur dan Madura), Mataraman (Jatim bagian barat) dan Arek (Surabaya dan sekitarnya plus Malang Raya) dinilai bukan lagi milik kandidat tertentu.
"Saat ini, santri juga nasionalis. Sekarang cukup banyak pemilih santri yang menjatuhkan preferensi politiknya ke PDIP, Gerindra dan partai nasionalis lainnya. Demikian pula sebaliknya, basis nasionalis banyak yang berlabuh ke PKB, PPP atau PAN yang mewakili politik Islam," paparnya.
Perubahan pola ini, lanjutnya, berimbas ke preferensi politik terhadap kandidat calon gubernur maupun Cawagub di Pilgub Jatim 2018. Pilihan publik lebih menekankan pada aspek pengenalan dan kinerja, ketimbang politik identitas.
Baca: Gaya Vespa La Nyalla Melaju di Penjaringan Demokrat
Angga mencontohkan kandidat incumbent Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Mensos Khofifah Indar Parawansa maupun Azwar Anas yang notabene berlatar belakang santri.
"Ternyata banyak dipilih segmen nasionalis. Sedangkan Bu Risma yang mewakili nasionalis cukup diminati pemilih santri dan kalangan politik Islam," analisanya.
MASIH DIDOMINASI WARGA NU: Calon pemilik di Pilgub Jatim 2018 masih didominasi warga NU. Namun kandidat dari kader NU perlu mewaspadai batas politik identitas yang makin cair. | Grafis: Capture survei The Initiative Institute
Itu terbukti, lanjutnya, Gus Ipul yang merupakan representasi Tapal Kuda juga signifikan di Mataraman. "Lalu Pak Azwar Anas ternyata dapat nilai tinggi di Gresik, Madiun, Mojokerto, Kediri dan Malang. Bu Risma yang wilayah Arek, tinggi di Tapal Kuda dan Madura. Demikian pula Bu Khofifah yang merata hampir di seluruh wilayah."
Menurutnya, penetrasi media, pertumbuhan ekonomi, dan perubahan pola berpikir warga membuat batas-batas politik identitas dan kewilayahan sudah mencair.
"Masyarakat sekarang sudah beda dengan 5-10 tahun lalu. Ini harus dibaca para elite politik jika tak ingin salah langkah. Sekaligus ini positif karena yang dipertarungkan nanti program dan kinerja, bukan politik identitas dan kewilayahan," saran dosen FISIP Universitas Airlangga (Unair) tersebut.
Baca: Elektabilitas Rendah, Demokrat Tak Istimewakan Gus Ipul
Lantas, apa yang membuat dikotomi politik identitas di Jatim begitu mencair? Salah satunya karena masifnya penguatan wacana nasionalisme dan kebangsaan yang dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.
"Dikotomi menipis karena santri juga cinta tanah air, dan nasionalis di Indonesia ini hampir seluruhnya didasari unsur religi dan keyakinan," tandasnya.