Polemik Salam Lintas Agama, PWNU Jatim Beda dengan MUI

-
Polemik Salam Lintas Agama, PWNU Jatim Beda dengan MUI
SALAM LINTAS AGAMA: PWNU Jatim perbolehkan salam lintas agama demi kemaslahatan. | Foto: Barometerjatim.com/ABDILLAH SURABAYA, Barometerjatim.com Soal polemik salam lintas agama, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim berbeda sikap dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim. Jika MUI mengimbau umat Islam dan para pemangku kebijakan atau pejabat untuk menghindari pengucapan salam dari agama lain saat acara resmi, PWNU justru memiliki pandangan lain. Lantas, bagaimana hukum mengucapkan salam dari berbagai tradisi agama yang dilakukan pejabat muslim dalam acara yang dihadiri lintas agama menurut PWNU Jatim? "Bagi pejabat muslim dianjurkan mengucapkan salam dengan kalimat Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, atau diikuti dengan ucapan salam nasional, seperti selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, dan semisalnya," tutur Katib Syuriyah PWNU Jatim, KH Syafrudin Syarif di kantor PWNU Jatim, Surabaya, Selasa (12/11/2019). "Namun demikian, dalam kondisi dan situasi tertentu, demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat muslim juga diperbolehkan menambahkan salam lintas agama," imbuhnya. Pendapat PWNU Jatim ini, terang Kiai Syafruddin, mempunyai referensi yang cukup panjang dan banyak sekali antara lain dari kitab Bariqah Mahmudiyah. "Jadi, di dalam penjelasan karena kemaslahatan, itu diperbolehkan salam kepada orang kafir ketika dibutuhkan," jelasnya. Bahkan di dalam kitab Asybah Wannadhoir, kata Kiai Syafruddin, diperbolehkan seorang muslim memakai tanda-tanda orang kafir kalau ada kemaslahatan untuk orang muslim. Kitab-kitab tersebut dijadikan referensi untuk mempertegas, bahwa bahtsul masail yang dilakukan PWNU Jatim tidak hanya memakai akal pikiran, tapi juga merujuk pendapat para ulama terdahulu. "Itulah jawaban dari PWNU Jatim, mudah-mudahan bisa menyelesaikan polemik nasional yang ada. Bahwa bagi pejabat, hendaknya tetap mengucapkan, kalau dia muslim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, atau selamat pagi, atau hal-hal yang menjadi salam nasional," paparnya. "Hanya kalau diperlukan, untuk menjaga kedamaian, kerukunan, maka diperbolehkan untuk memakai salam daripada agama-agama, lintas agama," tandas pengasuh Ponpes Hidayatuddin Al Islami Probolinggo itu. Polemik soal salam lintas agama ini dipicu imbauan MUI Jatim lewat surat edaran bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani Ketua MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Ainul Yaqin. Dalam suratnya, MUI Jatim menyatakan bahwa mengucapkan salam pembuka dari semua agama merupakan sesuatu yang bid'ah, mengandung nilai syuhbat, dan patut dihindari oleh umat Islam. "Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid'ah, yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari," demikian nukilan bunyi surat MUI Jatim. ยป Baca Berita Terkait PWNU Jatim, MUI Jatim
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.
Tag