RS Bunda Waru Diminta Perbaiki Kualitas Mutu Layanan, Dinkes Sidoarjo: INM Masih di Bawah 80%!

| -
RS Bunda Waru Diminta Perbaiki Kualitas Mutu Layanan, Dinkes Sidoarjo: INM Masih di Bawah 80%!
TERIMA ADUAN: Hearing Komisi D DPRD Sidoarjo, pertanyakan layanan RS Bunda Waru.| Foto: Barometerjatim.com/HADI

SIDOARJO, Barometer Jatim – Kepala Bidang  (Kabid) Pelayanan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sidoarjo, dr Danang meminta Rumah Sakit (RS) Bunda untuk memperbaiki kualitas mutu layanan mengingat berdasarkan Indeks Nasional Mutu (INM) masih tergolong kurang.

"Nanti habis ini kita terbitkan surat peringatan kepada RS Bunda agar meningkatkan Indeks Nasional Mutunya. Setidaknya ada 80 persen, ini masih di bawahnya," kata Danang saat mengikuti hearing Komisi D DPRD Sidoarjo dengan Sri Utami, keluarga salah saorang pasien RS Bunda, Rabu (12/4/2023).

Hearing digelar, lantaran Sri Utami warga Desa Pranti, Kecamatan Sedati yang kecewa dengan layanan RS Bunda mengadu ke DPRD Sidoarjo. Hadir pula dalam hearing yakni Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sidoarjo, dr Nugroho dan Kepala Desa Pranti, Eko Purnomo. Sedangkan pihak RS Bunda tidak hadir.  

Terkait aduan Sri Utami, lanjut Danang, sebelumnya Dinkes sudah meminta klarifikasi dari RS Bunda. Hasilnya, pasca kejadian tersebut, pihak RS mengaku sudah melaksanakan pemeriksaan layanan sesuai prosedur.

"Sebagai pemerintah, kami juga kroschek langsung terutama kelayakan petugas atau dokternya, apakah dia mempunyai surat kelayakan atau tidak. Dan informasinya dia sudah mempunyai kompetensi di IGD. Termasuk kita tanyakan standarisasi rumah sakit," jelas Danang.

Berdasarkan informasi dari RS juga, kata Dadang, yang menjadi pemicu permasalahan yakni terkait administrasi. Konon, pihak RS melakukan tagihan di saat keluarga masih dalam suasana berduka.

"Klarifikasi RS, petugas yang melakukan penagihan tersebut merupakan petugas baru. Jadi bisa dikatakan tidak mengetahui secara pasti," ungkapnya.

Meski demikian, Dadang menyarankan RS Bunda untuk melakukan komunikasi yang baik dengan pihak keluarga, mengingat masih dalam suasana berduka. Selain itu, meminta memperbaiki INM.

Tunggu Itikad Baik

Sebelumnya, dalam hearing, Sri Utami mengeluhkan lambannya penanganan RS Bunda hingga diduga menyebabkan ayahnya meninggal dunia. Bahkan, pihak keluarga sampai saat ini masih menunggu klarifikasi dan itikad baik dari pihak RS atas kejadian tersebut.

"Sampai saat ini, pihak RS belum ada klarifikasi terkait itu (lambannya penanganan medis)," ucapnya.

Sri Utami lantas menceritakan, pada Rabu (8/3/2023) sekitar pukul 23.15 WIB dia membawa ayahnya, Teguh (67) ke RS Bunda. Saat itu, ayahnya tiba-tiba mengalami rasa sakit luar biasa di bagian perut dan pinggang belakang usai minum kopi. Menurutnya, ayahnya tidak menyadari jika meminum kopi usai mengonsumsi obat.

"Setelahnya itu ayah merasa mual, muntah, sampai drop. Akhirnya kami larikan ke RS," ungkapnya.

Sesampainya di UGD, Sri Utami yang tengah tergopoh-gopoh dengan kondisi ayahnya menyebut tidak diperkenankan masuk. Alasan pihak RS, pasien harus didaftarkan terlebih dahulu.

Dengan rasa panik, Sri Utami kemudian bergegas menuju ke loket pendaftaran namun saat itu petugas loket sedang istirahat. Dia memaklumi karena sudah larut malam, sedangkan ayahnya tetap di luar (ruang observasi) bersama adik Sri Utami.

Usai dilakukan pendaftaran, Sri Utami diminta untuk menukarkan resep di apotek RS. Setelah mendapat obat kemudian diberikan kepada dr Ulin untuk disuntikkan di bagian tangan kanan pasien.

"Jadi ayah saya itu disuntik di ruang observasi, bukan di dalam ruang UGD. Padahal saya lihat ruangannya kosong. Setelah disuntik, dr Ulin bilang kalau pasien boleh dibawa pulang,” kata Sri Utami.

“Masak kondisi bapak seperti ini disuruh pulang dok? (Dijawab dokter) Iya enggak apa-apa bu sambil rawat jalan. Tapi kalau ibu mau tunggu di sini enggak apa-apa, sambil menunggu pasien agak tenang,” tuturnya.

Selang beberapa menit, sekitar pukul 00.40 WIB, Sri Utami mendapati ayahnya gagal napas. “Saya gerak-gerakin tangannya, saya pegang urat nadinya juga enggak bergerak. Bahkan adik saya memegang pipi ayah juga tak bergerak," jelasnya.

Mendapati kondisi itu, dia pun bergegas memanggil dokter. Dengan tergopoh-gopoh dokter akhirnya membawa pasien masuk ke ruang UGD dan dilakukan pemeriksaan. Namun pasien akhirnya dinyatakan meninggal dunia.

"Kami menyayangkan, kenapa sejak kami datang kok tidak langsung ditangani dengan baik. Padahal kami sudah menjelaskan, bahwa ayah kami sedang keracunan kopi setelah meminum obat. Tapi sampai di RS tidak diberikan layanan yang baik. Infus pun tidak ada, di cek laboratorium juga tidak ada," katanya.

Ditagih Saat Berduka

Kepala Desa Pranti, Eko Purnomo yang juga hadir dalam hearing menambahkan, saat peristiwa terjadi, keluarga pasien menelepon dan menginformasikan ke dirinya jika ayahnya meninggal di RS Bunda.

“Mendapat kabar tersebut, saya langsung ke RS Bunda. Di sana saya bertemu dengan dokter dan menanyakan terkait pasien ini meninggal karena sakit apa? Namun dokter hanya menjawab karena sakit jantung,” tutur Eko.

“Di situ saya marah, karena orang yang meninggal pasti (divonis) sakit jantung. Padahal yang dikeluhkan keluarga proses penanganan awal RS Bunda,” imbuhnya.

Harusnya, kata Eko, pihak rumah sakit itu paham betul apa yang seharusnya dilakukan jika ada pasien darurat dan butuh penanganan cepat.

"Pasiennya tidak di lab ataupun selang infus maupun oksigen agar pasien tenang. Itu yang disayangkan pihak keluarga,” jelasnya.

Bahkann, saat jenazah diantarkan ke rumah duka ada petugas bagian kasir melakukan penagihan sisa uang.

"Kita ini menanyakan tindakan medis terhadap pasien karena tidak ada rekam medis pasien dan hasil labnya, ini kok malah pihak RS Bunda melakukan penagihan sisa uang," geramnya.{*}

» Baca Berita DPRD Sidoarjo, Baca tulisan terukur Syaikhul Hadi.